Jumat, 15 Juli 2011

Aku yang Hilang

Dulu aku seorang gadis yang manis. Aku selalu dibanggakan keluarga dan sodara-sodara. Begitupun di sekolah, aku menjadi kebanggaan guru-guruku. Aku pintar, kreatif, taat ibadah, rajin mengaji, jujur, selalu menurut apa kata orang tua dan tidak pernah membuat masalah. Aku sangat peka terhadap teman-temanku, aku selalu menempatkan diriku di posisi mereka, aku tak pilih-pilih teman, dari mulai orang kaya sampai orang tak punya, dari orang berandal sampai yang baik. Itu adalah prinsipku, berteman dengan siapapun yang penting kita teguh pada pendirian kita. Aku gadis yang sabar, bahkan tak pernah marah, aku bukan gadis yang gampang terpengaruh oleh orang lain, aku tak pernah ragu meninggalkan suatu kemaksiatan, aku paling takut dengan Tuhan, aku paling takut dengan siksa kubur, aku paling takut dengan kegelapan, maka dari itu aku rajin tadarus di mesjid, apalagi di bulan Ramadhan, lagi murah banget pahalanya. Ustadzku paling senang mendengar aku mengaji, apalagi baca shalawat, dan aku pernah mengaji di pemakaman, yah memang sedikit horor.
Karena kemampuan menalarku cukup baik saat itu, kadang-kadang aku diminta untuk berpidato ketika hari-hari besar agama. Yah, saat itu aku memang masih SD, dan terakhir aku berpidato yaitu ketika aku SMP kelas 1. Di rumah aku tak punya teman dekat, karena memang aku tak pernah keluar rumah untuk bermain, ku gunakan waktu untuk istirahat setelah pulang sekolah.
Aku paling takut memperlihatkan auratku di depan umum, sehingga setiap hari aku memakai baju muslim,aku lebih nyaman menggunakan kostum itu, walaupun besar. Namun sekarang itu sudah tidak ada, aku yang anti sekali dengan jeans, malah jadi lebih suka menggunakan celana ketat kurang enak dipandang itu. Aku yang dulu pintar, sekarang berubah menjadi telmi. Aku yang tak pernah ragu meninggalkan kemaksiatan, sekarang malah selalu berpikir kenikmatan. Aku sadar, imanku sangat berkurang dari dulu, bahkan aku bingung apa yang sedang terjadi denganku. Apa karena lingkungan? Sepertinya tidak. Aku kuliah di salah satu Universitas islam di Jakarta, ya memang itu Muhammadiyah, yang tidak sesuai dengan backgroundku yang Islam Waljama'ah. Tapi bukan itu masalahnya. Apa mungkin karena aku hidup di Jakarta, yang kata orang semuanya serba bebas, jadi hanya orang yang imannya kuatlah yang mampu menjalani hidup di Jakarta tanpa berbuat maksiat. Sungguh hal ini membuatku stress, aku selalu merasa bersalah terhadap diriku dan orang tuaku, terlebih kepada Allah, aku malu, aku merasa kotor, aku merasa diriku kafir. Demi Tuhan aku takut, aku ingin hidup nyaman, aku ingin hidup bahagia, aku tak boleh menyerah dengan semua ini, dan memang sekarang aku sudah mulai menata kembali hidup, aku ingin menjadi seorang muslimah yang sebenar-benarnya.
Jika diizinkan, Tuhan...jika kemarin adalah dosa bagiku, aku ingin hidup lebih lama untuk menebus segala dosa yang telah aku perbuat, aku ingin menjadi seorang muslimah yang taat kepada ajaranMu, aku tak ingin menjadi pendusta bagi agama, aku tak ingin jadi kafir setelah beriman yang mana Engkau tak akan pernah memberi petunjuk kepadanya.
Aku butuh Allah, tegur aku jika aku salah, ridhoi aku jika aku benar, dan bantu aku jika aku sedang kesulitan.

Senin, 04 Juli 2011

Harapan Kami Para Wanita : Antara Harta, Tahta dan Wanita

Layaknya bunga yang sedang mekar, menanti datangnya sang lebah dengan membawa madunya. Seperti kami para wanita menanti seseorang yang halal di mata Tuhan, seseorang yang indah dalam pandangan, seseorang yang terasa sejuk di pikiran, ketika itulah kami para wanita merasakan indahnya hidup. Kami bersyukur merasakan indahnya mencintai,satu harapan kami, "kami ingin menjadi yang halal bagi mereka".
Ketika kami sudah halal bagi mereka, kami ingin menjadi pakaian mereka, yang selalu mereka kenakan kemanapun, dimanapun, dan kapanpun mereka berada. Harapan kami, layaknya seorang wanita yang selalu lupa akan dirinya bahwa dirinya berharga, kami ingin dihormati.
Kami tidak ingin ditakuti para pria, tapi kami ingin mereka takut menyakiti perasaan kami, dan menganggap kami terlalu berharga untuk dicampakan, terlalu suci untuk disentuh sesuatu yang tak layak menyentuh kami.
Kami lembut, bahkan lebih lembut dari sutra, tapi bukan berarti kami lemah dan rapuh. Langkah kami memang pendek, lebih pendek dari langkah pria, tapi satu yang harus diingat, ketika kami menginginkan sesuatu dan berusaha dengan kuat, yakinilah langkah kami akan dua kali lebih dari pria.
Kembali pada hakikat kami sebagai wanita, kami mengharapkan para pria bisa memilih antara harta, tahta dan wanita. Karena sesungguhnya, harta dan tahta bisa diperoleh ketika ada wanita. Wanita adalah tulang rusuk pria, dibalik pria yang hebat ada wanita yang lebih hebat

.